dadiwongenomblikenasobud

Archive for January, 2007|Monthly archive page

Belajar pada Gergaji Tumpul

In Celotehan on 20 January 2007 at 6:10 pm

Refleksi Tahun Baru Hijriyah 1428 H

  بسم الله الرحمن الرحيم  | فاعتبروا يااولى الأبصار … واتقونى يا اولى الألباب 

Suatu ketika kyai Rahim jalan-jalan di kampung sekelilingnya, karena ada keperluan mencari tukang batu untuk memperbaiki pekarangan rumahnya yang akan diperlebar.  Untuk arena bermain para santri-santrinya. Maklum santrinya makin banyak saja dan perlu halaman luas untuk arena bermain, biar jangan jenuh ketika mereka menghafal alfiah di kamar bilik. Maka halaman belakang asrama akan disulap menjadi taman bermain santri agar mereka bisa konsentrasi dan tenang dalam belajar.    Read the rest of this entry »

Kepedulian Kyai Muda terhadap Nasib Rakyat di Sekitarnya

In Ngliput on 20 January 2007 at 5:16 pm

Kepedulian terhadap masyarakat sebagai elemen terpenting bangsa, harus terus digelorakan di mana-mana sesuai dengan profesi dan keahliannya masing-masing. Karena itu merupakan salah satu tema sentral dakwah Islam, rahmatan lil’alamin. Sangat tepat jika yang berberak adalah para kader ulama yang masih berusia muda yang kehidupannya paling dekat dengan elemen masyarakat yang masih belum beruntung ( low stratification )

Itulah salah satu kesimpulan hasil liputan bersama kyai muda Buntet Pesantren Kang Aris Ni’matullah, Jum’at, 18 Januari 2007, setelah menghadiri seminar Jaringan Komunikasi (Jarkom) yang dikelola oleh Fahmina yang diselenggarakan di Hotel Bumi Asih Cirebon, selama lima hari.

Sudah sepatutnya, para ulama muda (guru agama) di masyarakat bergerak dan menjadi bagian dari sharing problem and advocation yang terjadi di sekelilingnya. Tujuannya adalah disamping pesan-pesan agama bisa tersalurkan, aktivitas ulama muda ini dapat berinteraksi langsung ketika berinvestigasi ke masyarakat. Persoalan-persoalan yang ada di masyarakat marginal cenderung kurang ditangani dengan baik oleh para aparat hukum dan wakil rakyat maklum pekerjaan mereka amat komplek sementara jumlah warga yang menghadapi masalah lebih banyak.

Karena itulah kehadiran LSM sangat dibutuhkan di masayrakat sebagai pendamping terutama dalam advokasi terhadap masalah hukum, ekonomi, fiqh sosial, gender dan lain-lain. Dengan pendekatan para ulama muda ini, berarti peran ganda dakwah para ulama muda mulai dituntut. Satu sisi harus mendidik para murid-muridnya, di sisi lain, harus berkiprah di msyarakat yang kurang beruntung.

Menurut Kang Imat (sapaan akrab, Ust. Aris Ni’matullah), seminar itu sendiri diselenggarakan oleh sebuah LSM bernama Fahmina. Ia menyelenggarakan program membuat sebuah jaringan komunikasi berupa radio swasta masyarakat yang beroperasi untuk wilayah 3 Cirebon. “Saya hadir dalam kapasitas sebagai pemakalah untuk memberikan bekal kepada para pengelola radio ini. Bersama saya hadir pula dari Buntet Pesnantren Ust. Ayip Usmad, Ust. Husein, dan Ust. Aim. Kami memberikan materi yang berbeda-beda untuk memberikan bekal investigasi dan advokasi bagi para kader-kader ulama Cirebon.” Ujarnya menambahkan.

Fahmina sendiri berupa LSM yang peduli terhadap masyarakat. Dalam salah wujud kepeduliannya bisa dicatat, mereka telah banyak membantu mendampingi masalah-masalah yang terjadi pada para pedangan kaki lima (PKL) Pasar Pagi Cirebon, para supir angkutan kota (ankot) jenis kendaraan dalam kota, para supir elf (istilah untuk kendaraan antar kabupaten), karena kebetulan merek mobilnya Daihatsu Elf, kepada anak-anak jalanan. “Jadi prinspinya, program radio masyarakat yang dikelola para kader ulama ini bisa lebih optimal dapat membantu menyelesaikan problem-problem kemasyarakatan dengan cakupan yang lebih luas” sambung K. Imat, putra ke 3 KH. Izzuddin, pendiri asrama Al Inaroh.

Yang menjadi menarik adalah radio ini bakal dikelola oleh para ulama muda yang ada di wilayah 3 Cirebon (Indramayu, Kuningan, Cirebon) dan sekitarnya. “Radio ini bertujuan untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat grass root. Penyuluhan-penyuluhan program berupa pemberdayaan ekonomi, kehidupan sosial, fiqh (hukum peribadatan), masalah gender dan lain-lain.” Imbuhnya.

Yang menarik dari adanya ide yang bagus ini, menurut Kang Imat, lahir dari seorang pemikir kreatif, KH. Husein Muhamad, pimpinan Pondok Pesantren Ciwaringin Cirebon. Sebagai piminan LSM Fahmina yang membuat jarkom (jaringan komunikasi). Jarkom ini mirip dengan radio yang dikelola oleh namlapanha, milik Jaringan Islam Liberal di Jakarta. Namun yang dikelola KH. Husein ini murni lahir dari pesantren dan ditangani oleh kader-kader ulama.

Kita berharap, dikala bangsa ini tengah menghadapi cobaan yang bertubi-tubi, tentu imbas dari persoalan ini adalah rakyat juga. Karenanya, mendampingi rakyat dalam kondisi yang serba sulit, merupakan amal yang nyata, setidaknya bisa mendengarkan keluhan-keluhan orang dan memberikan masukan-masukan bagaimana menghadapi masalah tersebut. Semoga kiprah para kader ulama muda di wilayah Cirebon dan sekitarnya ini dapat membantu mayarakat bawah lebih optimal dan lebih luas dengan hadirnya radio swasta versi ulama ini. Amin.

Amerika dan Syndrome Popularity

In Celotehan on 16 January 2007 at 11:52 am

TENTARA sekutu di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Inggris akhirnya mengaku memberikan laporan bohong mengenai serbuan mereka ke Irak, bahkan mengaku kalah. Tetapi mereka tidak segera enyah dari negeri Muslim bersejarah itu dan mengembalikan kekuasaan pemerintahan lama. Malah meninggakan tragedi kemanusiaan dan peradaan paling bengis yaitu menggantung Saddam Husen dengan alasan membunuh 180 kaum pemberontak. Tetapi Sekutu tidak merasa bahwa kejahatannya jauh lebih kejam yakni mengakibatkan terbunuhnya satu milyar lebih penduduk Irak.

Eksekusi itu mengakibatkan Irak terjebak dalam perang saudara yang dipicu oleh negara yang mengaku beradab. Ketika Irak sedang menderita lahir batin, tentara sekutu sudah beancang-ancang menyerang Iran dengan alasan mengembangkan enegi nuklir. Kalau energi nuklir baik untuk peperluan industri maupun persenjataan tidak boleh kenapa negara negara Amerika dan Eropa memilikinya, termasuk beberapa negara seperti Israel, India, Cina diperbolehkan. Bukankah mereka juga harus dilarang. Karena mereka tidak beradab, maka penerapan peraturan tidak mengenal keadilan, peraturan hanya untuk menguntungkan dirinya dan untuk membelenggu bangsa lain.

Hal itu diungkapkan dalam sebuah tulisan kawan saya Mas Mun’im di http://www.nu.or.id/v2/index.htm 

Sangat menyayat hati ungkapan dalam tulisan Kang Munim di atas. Amerika dan Eropa terkesan begitu membeci negara yang kebetulan bernuansa Islam. Begitu cemburukah dengan orang-orang muslim atau memang ada semacam gejala penyakit popularitas. Tapi bila dicermati, gaya Amerika dalam berbagai aksi penyerangaan terhadap negara lain sebagai aplikasi dari gaya psikologis mereka dalam menyikapi kehidupan adalah bermuara dari ideologi yang diajarkan. Sangat “mungkin” bermuara dari warisan agama mereka yang terkenal “keras dan kaku”.

Bagi kalangan agamawan, khususnya lingkungan NU, tingkah polah Amerika dan sekutunya ini tidaklah mengagetkan. Karena memang sudah wataknya yang khas bagi mereka dan hal itu telah di nash dalam Al Qur’an. Setidaknya contoh-contoh di bawah ini mirip kalau tidak dikatakan persis dengan kejadian dalam Al Qur’an

  • Ketika Amerika disuruh untuk berbuat baik yaitu jangan menyerang komunitas lain yang memiliki peradaban dan integritas tersendiri, demokrasi sendiri dll. Namun mereka menjawab: “I am is the best” sayalah [bangsa] yang terbaik! di dunia ini. Technologinya, kekayaanya, demokrasinya. Jadi kalau ada bangsa yang mengancam kepentinganku, mestilah mereka harus tunduk di hadapanku. “because I am is the world police ” Aku mereka.

Kira-kira miripkah dengan ungkapan dalam Al Qur’an ketika para malaikat disuruh bersujud kepada Adam a.s. lalu semuanya bersujud kecuali yang bernama Iblis. Kata Allah swt, dia enggan bersujud karena “aba wastakbara!” dia enggan bersujud karena takabur (sombong).

Perintah Allah pasti menyuruh kepada kebaikan. Namun ternyata ada makhluq yang tidak mau cenderung kepada kebaikan. Simbolisasi ini boleh jadi mengindikasikan bahwa selain Iblis dahulu maka di zaman kapanpun dan dimanapun, simbolisasi itu akan terus ada. Dalam kasat mata, seperti  yang diurai oleh Mas Mun’im sangat gamblang.

  • Ketika Amerika ditanyakan mengapa tetap ngotot untuk menyerang Afghanistan, Irak dan berencana menyerang Iran. Apa alasannya untuk selalu membangkang komunitas dunia yang cinta damai?  Apa jawab mereka:

Lagi-lagi ini pun mirip dengan ayat berikutnya ketika Allah menanyakan mengapa tidak mau menghormati Adam.

 “saya diciptakan dari Api sedangkan Adam dari tanah, Saya lebih baik dari dia!”

Bukankah ini juga mirip dengan alasan Amerika dalam jawabannya:

“Tidak ada yang boleh mendikte negara kami, apalagi mengancam kepentingan kami . Siapa saja yang mengancam kepentingan Amerika, maka negara itu berarti siap melawan kekuatan kami. Bukankah kami adalah negara paling kuat di dunia?

Kita mengimani ayat-ayat Allah baik yang tekstual maupun kontekstual. Apa yang harus dilakukan dengan kenyataan seperti itu. Sejatinya kita tetap dalam koridor demokrasi yang dibangun, komitmen dengan kebenaran. Tidak serta merta kemudian mengikuti alur dan jalan pikiran ideologi mereka.

Insya Allah dengan begitu lama kelamaan kebaikan akan menang. Bukankah kita pun percaya bahwa : “Innal batila kanaa zahuuqa” sesungguhnya, kebatilan itu pasti lenyap tidak akan bertahan lama. Paling tidak saya melihat kesadaran penduduk Amerika terhadap nilai-nilai ajaran universalisme Islam plus toleransinya yang tidak dipublikasikan oleh newspaper mereka, sedikit mengamini dan sedikit-demi sedikit akan turut dalam iramanya. Buktinya, dari beberapa laporan berita yang bebas sensor, mengungkap bahwa kesadaran kaum intelektual Amerika terhadap Islam mulai tampak dengan adanya banyak orang yang tertarik kepada Al Qur’an setelah kejadian 11 September. Kemudian sedikit-demi sedikit banyak pula warga Amerika yang pindah agama.

Namun dibalik itu ada  sebagian kecil utamanya di pemerintahan, yang diperlihatkan dari berbagai kebijakannya, seringkali terkesan mirip “koboi” yang tidak berhati nurani. Itulah yang sangat disayangkan sekali, tradisi ideologi lama masih dipertahankan. Al Qur’an telah berbicara, zamanpun mengamini Al Qur’an lalu bagaimana dengan kita, kapan ikut mengamini ayat dan kemudian waspada terhadap korelasi dampak yang digambarkan dalam teks dan konteks tersebut. Semoga umat kita dikuatkan oleh Allah, dan diselamatkan dari afatiddunya wa’adzabil akhrah. Amin.

wallahu ‘alam.

Mengimani Nabi alaihimussalam perlukah dilogikakan?

In Celotehan on 13 January 2007 at 4:18 pm

Bismillahirrahmanirrahim

Malam ini mengikuti pengajian Tafsir Jalalain di Musholla tempatku tinggal. Pengajian ini rutin namun baru beberapa kali saya ikuti karena kesibukan kerja yang  biasanya pulang hingga malam [biasa setelah jam kerja explor di IE]. Tapi alhamdulillah saya mendapatkan hikmah dari pengajian ini. Dalam kajian malam ini sang Ustadz membahas tafsir Yasin kebetulan pada giliran Surat Maryam (bukan Maria Eva) membicarakan  kelahiran nabi Yahya putra dari Nabi Zakaria.

Read the rest of this entry »

Meyakini hanya Sifat Kasih Sayang Allah Bisa Stress

In Celotehan on 13 January 2007 at 4:11 pm

Bismillahirrahmanirrahim

Menjalani hidup dengan memliki rasa keyakinan kepada Allah subhanahu wata’ala sangatlah penting sebagai media kontemplasi dalam relung kerohanian. Jika relung kerohanian itu hanya bertumpu kepada keyakinan pada sifat Rahman dan Rahim Allah subhanahu wata’ala saja akan menyebabkan stress. Hal ini karena sifat Rahman dan Rahim adalah kasih sayangNya yang ditimpakan kepada Makhluqnya. Maka, seandainya tidak mendapatkan kedua sifat tersebut dihawatirkan berkurangnya rasa keimanan dan keyakinan kepadaNya. Padahal sifat Allah subhanahu wata’ala selain rahman dan rahim ada sifat Al Maani’ [Maha menahan], dan Al Qadir [Maha berkuasa].

Read the rest of this entry »

Buku Gus Dur yang Baru Kaya Kacang Goreng

In Buku on 11 January 2007 at 2:28 pm

Duh kapan yaah bisa membeli Buku Gus Dur yang baru ini… “Islamku, Islam Anda, Islam Kita” katanya menurut situs Gusdur.net penjualan buku ini bak kacang goreng. Laris manis dan didiskusikan di mana-mana.

rasanya ketinggalan zaman jika tidak membaca buku ini. sebab tawaran idenya cukup menarik rupanya. Bagaimana sebuah pemahaman islam begitu berbeda antara aku, kau dan kita semuanya.. Pasti ada tafsir-tafsir khas Gus Dur yang paling aku sukai. kabarnya lagi buku ini setelah di lauching di Hotel Aryaduta Jakarta September 2006 lalu, berbagai pihak berebut mendiskusikan buku yang telah diterbitkan dalam edisi ke-2.

Buku ini cukup tebal kira-kira 400 halaman. dan Katanya juga telah didiskusikan di Institute Pertanian Bogor (IPB) Bogor dengan kepanitiaan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Bogor, di UIN Jogjakarta, dan di UIN Jakarta dengan kepanitiaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) UIN Jakarta.

Huuuhh.. makin penasaran ajaa ….

Yakin Hanya pada Keadilan Allah Bisa Menimbulkan Sifat Rigid (Kaku)

In Celotehan on 11 January 2007 at 2:03 pm

Sikap kaku dalam menjalankan agama utamanya ketika memandang dan memperlakukan orang lain yang tidak sepaham, seringkali ditemukan di berbagai media. Misalnya, ketika menemukan orang yang tidak melaksanakan shalat, maka akan dicap sebagai kaafir, iblis, kualat dan neraka. Konsekwensinya, orang yang tidak mengerjakan shalat itu akan dimusuhi dan dijauhkan dari pergaulan pribadinya karena menghawatirkan berpengaruh bagi dirinya. Atau dalam kasus yang sering ditemui, ketika menghadapi sesama orang Islam yang suka minum-minuman, berzina dan berbuat kesalahan lainya akan disikapi sama saja. Karena itu, jika berpegang hanya pada keadilan saja, orang akan mudah melibas dan tidak memiliki rasa toleransi yang utuh.

Read the rest of this entry »

Prof. Dr. Hamka: Penjelasan Masalah Gelar Sayyid

In Pendapat on 10 January 2007 at 2:26 pm

Panggilan Habib atau Sayyid, Syarif dan lain-lain merupakan panggilan yang sering kita dengar untuk sebutan keturunan Rasululalh saw. Sebagian masyarakat menggunakan panggilan ini dan sebagian lain tidak. Ada juga yang tidak mengakui keturunan Rasulullah saw namun ada yang tidak. Berikut adalah pendapat Prof. Dr. Hamka dalam menerangkan masalah Gelar Sayid atau Habib yang cukup bijaksana.

H. Rifai, seorang Indonesia beragama Islam yang tinggal di Florijin 211 Amsterdam, Nederland, pada tanggal 30 Desember 1974 telah mengirim surat kepada Menteri Agama H.A. Mukti Ali dimana ia mengajukan pertanyaan dan mohon penjelasan secukupnya mengenai beberapa hal.
Oleh Menteri Agama diserahkan kepada Prof. Dr.H. Abdul Malik Karim Amrullah (HAKMA) untuk menjawabnya melalui PANJI MASYARAKAT, dengan pertimbangan agar masalahnya dapat diketahui umum dan manfaatnya telah merata.
Penulis

Yang pertama sekali hendaklah kita ketahui bahwa Nabi s.a.w tidaklah meninggalkan anak laki-laki. Anaknya yang laki-laki yaitu Qasim, Thaher, Thaib, dan Ibrahim meninggal di waktu kecil belaka. Sebagai seorang manusia yang berperasaan halus, beliau ingin mendapat anak laki-laki yang akan menyambung keturunan (Nasab) beliau hanya mempunyai anak-anak perempuan, yaitu Zainab, Ruqayyah, Ummu Kaltsum dan Fathimah. Zainah memberinya seorang cucu perempuan. Itupun meninggal dalam sarat menyusu. Ruqayyah dan Ummu Kaitsurr mati muda. Keduanya isteri Usman bin Affan, meninggal Ruqayyah berganti Ummu Kaltsum (ganti tikar), ketiga anak perempuan inipun meninggal dahulu dari beliau.

Hanya Fathimah yang meninggal kemudian dari beliau dan hanya dia pula yang memberi beliau cucu laki-laki. Suami Fahimah adalah Ali Bin Abi Thalib. Abu Thalib adalah abang dari ayah Nabi dan yang mengasuh Nabi sejak usia 8 tahun. Cucu laki-laki itu ialah Hasan dan Husain. Maka dapatlah kita merasakan, Nabi seorang manusia mengharap anak-anak Fathimah inilah yang akan menyambung turunannya. Sebab itu sangatlah kasih sayang dan cinta beliau kepada cucu-cucunya ini. Pernah beliau sedang ruku si cucu masuk ke dalam kedua celah kakinya. Pernah sedang beliau Sujud si cucu berkuda ke atas punggungnya. Pernah sedang beliau khutbah, si cucu sedang ke tingkat pertama tangga mimbar.

Al-Tarmidzi merawjkan dari Usamah Bin Zaid bahwa dia (Usamah) pernah melihat Hasan dan Husain berpeluk di atas kedua belah paha beliau. Lalu beliau s.a.w. berkata: Kedua anak ini adalah anakku, anak dari anak perempuanku. Ya Tuhan Aku sayang kepada keduanya”.
Dan diriwayatkan oleh Bukhari dan Abi Bakrah bahwa Nabi pernah pula berkata tentang Hasan; ‘Anakku ini adalah SAYYID (Tuan), moga-moga Allah akan mendamaikan tersebab dia diantara dua golongan kaum Muslimin yang berselisih.
Nubuwat beliau itu tepat. Karena pada tahun 60 hijriah Hasan menyerahkan kekuasaan kepada Mu’awiyah, karena tidak suka melihat darah kaum Muslimin tertumpah. Sehingga tahun 60 itu dinamai “Tahun Persatuan”. Pernah pula beliau berkata: “kedua anakku ini adalah SAYYID (Tuan) dan pemuda-pemuda di surga kelak”.
Barangkali ada yang bertanya: “Kalau begitu jelas bahwa Hasan dan Husain itu cucunya, mengapa dikatakannya anaknya”.

Ini adalah pemakaian bahwa pada orang Arab, atau bangsa-bangsa Semit. Di dalam Al-Qur’an surat ke-12 (Yusuf) ayat 6 disebutkan bahwa Nabi Yakub mengharap moga-moga Allah menyempurnakan ru’matnya kepada puteranya Yusuf” sebagai mana telah disempurnakanNya ni’mat itu kepada kedua bapamu sebelumnya, yaitu Ibrahim dan Ishak. Pada hal yang bapa, atau ayah dari Yusuf adalah Ya’kub. Ishak adalah neneknya dan ibrahim adalah nenek ayahnya. Di ayat 28 Yusuf berkata:

Bapa-Bapaku Ibrahim dan Ishak dan Ya’kub. Artinya nenek-nenek moyang disebut bapa, dan cucu cicit disebut anak-anak. Menghormati keinginan Nabi yang demikian, maka seluruh umat Muhammad menghormati mereka. Tidakpun beliau anjurkan, namun kaum Quraisy umumnya dan Bani Hasyim dan keturunan hasan dan Husain mendapat kehormatan istimewanya di hati kaum Muslimin.

Bagi ahlis-sunnah hormat dan penghargaan itu biasa saja. Keturunan Hasan dan Husain di panggilkan orang SAYYID; kalau untuk banyak SADAT. Sebab Nabi mengatakan “Kedua anakku ini menjadi SAYYID (Tuan) dari pemuda-pemuda di syurga; Disetengah negeri di sebut SYARIF, yang berarti orang mulia atau orang berbangsa; kalau banyak ASYRAF. Yang hormat berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain berlebih-lebihan, sampai mengatakan keturunan Hasan dan Husain itu tidak pernah berdosa, dan kalau berbuat dosa segera diampuini. Allah adalah ajaran (dari suatu aliran – penulis) kaum Syi’ah yang berlebih-lebihan.

Apatah lagi di dalam Al-Qur’an, surat ke-33 “Al-Ahzab”, ayat 30, Tuhan memperingatkan kepada isteri-isteri Nabi bahwa kalau mereka berbuat jahat, dosanya lipat ganda dari dosa orang kebanyakan. Kalau begitu peringatan Tuhan kepada isteri-isteri Nabi, niscaya demikian pula kepada mereka yang dianggap keturunannya.
MENJAWAB pertanyaan tentang benarkah Habib Ali Kwitang dan Habib Tanggul keturunan Rasulullah s.a.w ? Sejak zaman kebesaran Aceh telah banyak keturunan-keturunan Hasan dan Husain itu datang ke tanah air kita ini. Sejak dari semenanjung Tanah Melayu, Kepulauan Indonesia dan Philipina. Harus diakui banyak jasa mereka dalam penyebaran Islam di seluruh Nusantara ini. Penyebar Islam dan Pembangunan Kerajaan Banten dan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah yang dipernankan di Aceh. Syarif Kebungsuan tercatat sebagai penyebar Islam ke Mindanao dan Sulu. Sesudah pupus keturunan laki-laki dari Iskandar Muda Mahkota Alam pernah Bangsa Sayid dari keluarga Jamalullail jadi Raja di Aceh. Negeri Pontianak pernah diperintah bangsa Sayid Al-Qadri. Siak oleh keluarga bangsa Sayid bin Syahab.

Perlis (Malaysia) dirajai oleh bangsa Sayid Jamalullail. Yang dipertuan Agung III Malaysia Sayid Putera adalah Raja Perlis. Gubernur Serawak yang sekarang ketiga, Tun Tuanku Haji Bujang ialah dari keluarga Alaydrus. Kedudukan mereka di negeri ini yang turun-temurun menyebabkan mereka telah menjadi anak negeri dimana mereka berdiam. Kebanyakan mereka jadi Ulama. Mereka datang dari Hadramautdari keturunan Isa Al-Muhajir dan Faqih Al-Muqaddam. Mereka datang kemari dari berbagai keluarga. Yang kita banyak kenal ialah keluarga Alatasa. Assagaf,Alkaf, Bafaqih, Balfaqih, Alaydrus, bin Syekh Abubakar, Assiry, Al-Aidid, Al Jufri, Albar, Almussawa, Ghatmir, bin Agil, Alhadi, Basyarban, Bazzar;ah. Bamakhramah. Ba;abud. Syaikhan, Azh-Zhahir, bin Yahya dan lain-lain. Yang menurut keterangan Almarhum Sayid Muhammad Bin Abdurrahman bin Syahab telah berkembang jadi 199 keluarga besar. Semuanya adalah dari “Ubaidillah Bin Ahmad Bin Isa Al-Muhajir. Ahmad Bin isa Al-Muhajir Ilallah inilah yang berpindah dari Basrah ke Hadhramaut. Lanjutan silsilahnya ialah Ahmad Bin Isa Al Muhajir Bin Muhammad Al-Naqib bin Ali Al-Aridh Bin Ja’far Ash-Shadiq bin Muhammad Al-Baqir Bin Ali Zainal Abidin Bin Husain As-Sibthi Bin Al Bin Abi Thalib. As-Sabthi artinya cucu, karena Husain adalah anak dari Fathurmah binti Rasulullah s.a.w

Sungguhpun yang terbanyak adalah keturunan Husain dari hadhramaut itu, ada juga yang keturunan Hasan yang datang dari Hejaz, keturunan Syarif-syarif Makkah Abi Numay, tetapi tidak sebanyak dari Hadramaut. Selain dipanggilkan Tuan Sayid, mereka dipanggil juga HABIB, di Jakarta dipanggilkan WAN. Di Sarawak dan Sabbah disebut Tuanku. Di Pariaman (Sumatera Barat) disebut SIDI. Mereka telah tersebar di seluruh dunia. Di negeri-negeri besar sebagai Mesir, Baghdad, Syam dan lain-lain mereka adalah NAQIB yaitu yang bertugas mencatat dan mendaftarkan keturunan-keturunan itu. Di saat sekarang umumnya telah mencapai 36.37.38 silsilah sampai kepada Sayidina Ali dan Fathimah.

Dalam pergolakan aliran lama dan aliran baru di Indonesia, pihak al-Irsyad yang menandatang dominasi kaum Baalwi menganjurkan agar yang menganjurkan agar yang bukan keturunan Hasan dan Husain memakai juga titel Sayid dimuka namanya. Gerakan ini sampai menjadi panas. Tetapi setelah keturunan Arab Indonesia bersatu, tidak pilih keturunan Alawy atau bukan, dengan pimpinan A.R Baswedan, mereka anjurkan menghilangkan perselisihan dan masing-masing memanggil temannya dengan “Al-Akh”, artinya Saudara.

Maka baik Habib Tanggul di Jawa Timur dan Almarhum Habib Ali di Kwitang Jakarta, memanglah mereka keturunan dari Ahmad Bin Isa Al-Muhajir yang berpindah dari Bashrah ko Hadramaut itu, dan Ahmad Bin Isa tersebut adalah cucu tingkat ke-6 dari cucu Rasulullah Husain Bin Ali Bin Abi Thalib itu. Kepada keturunan-keturunan itu semuanya kita berlaku hormat, dan cinta, yaitu hormat dan cinta orang Islam yang cerdas, yang tahu harga diri. Sehingga tidak diperbodoh oleh orang-orang yang menyalahgunakan keturunannya itu. Dan mengingat juga akan sabda Rasulullah s.a.w.: janganlah sampai orang lain datang kepadakua dengan amalnya, sedang kamu datang kepadaku dengan membawa nasab dan keturunan kamu, dan pesan beliau pula kepada puteri kesayangannya, Fathimah Al-Batul, ibu dari cucu-cucu itu: “Hai Fathimah binti Muhammad. Beramallah kesayanganku. Tidaklah dapat aku, ayahmu menolongmu dihadapan Allah sedikitpun”. Dan pernah beliau bersabda: “Walaupun anak kandungku sendiri, Fathimah, jika dia mencuri aku potong juga tangannya”.

Sebab itu kita ulangilah seruan dari seorang anak ulama besar Alawy yang telah wafat di Jakarta ini, yaitu Sayid Muhammad Bin Abdurrahman Bin Syahab, agar generai-generasi yang datang kemudian dari turunan “Alawy memegang teguh Agama Islam, menjaga pusaka nenek-moyang, jangan sampai tenggelam kedalam peradaban Barat. Seruan beliau itupun akan telah memelihara kecintaan dan hormat Ummat Muhammad kepada mereka.

Sejarah Singkat Habaib [Alawiyin] di Indonesia

In Buku on 10 January 2007 at 1:54 pm

SEJARAH SINGKAT TENTANG PERANAN ALAWIYIN DI INDONESIA
KEPADAMU KU TITIPKAN AL-QUR’AN DAN KETURUNANKU….
(Al-Hadith Rasullah s.a.w. Dirawikan oleh Imam Ahmad Ibn Hambal)

A. PENDAHULUAN
Pada zaman kekhalifahan Bani Abbas (750-1258 M) berkembanglah ilmu pengetahuan tentang Islam yang bercabang-cabang disamping kenyataan itu penghidupan lapisan atas menyimpang dari ajaran agama Islam. Dibentuknya dynasti Bani Abbas yang turun-temurun mewariskan kekhalifahan. Istilah “muslim bila kaif” telah menjadi lazim. Hidupnya keturunan Sayidatina Fatmah Al-Zahra dicurigai, tiada bebas dan senantiasa terancam, ini oleh karena pengaruhnya anak cucu dari Al-Hasan dan Al-Huseyn r.a. atas rakyat sangat besar dan diseganinya. Keinginan kebanyakan orang Muslim adalah seorang keturunan Nabi yang seharusnya memegang kekhalifahan. Banyak yang dipenjarakan dan dibunuhnya oleh karenanya banyak pula yang pindah dan menjalankan diri dan pusat Bani Abbas di Bahdad,

AHMAD BIN ISA r.a.
Dalam keadaan sebagai diuraikan di atas, yang pasti akan dikutuk Allah s.w.t. dan dengan hendak memelihara keturunannya dari kesesatan, mengulangilah AHMAD BIN ISA BIN MUHAMMAD BIN ALI BIN JA’FAR BIN MUHAMMAD BIN ALI BIN AL-HUSEYN r.a. duanya sayidina Ibrahim a.s. yang tersurat dalam Al-Qur’an surat 14 ayat 37 dan dipilihnya Hadramaut yang bertetanaman, untuk menetap dan berhijrahlah beliau dari Basrah ke Hadramaut, dimana beliau wafat di Hasisah pada tahun 345 H.

ALWI BIN UBAIDILLAH….ALAWIYIN
Keturunan dari AHMAD BIN ISA tadi yang menetap di Hadramaut dinamakan ALAWIYIN ini dari nama cucunya AL-WI BIN UBAIDILLAH BIN AHMAD BIN ISA yang dimakamkan di Sumul.
Keturunan sayidina Al-Hasan dan Al-Huseyn r.a. disebut juga ALAWIYIN dari sayidina Ali bin Abi-Talib k.w, Keluarga Al-Anqawi, Al-Musa-Alkazimi, Al-Qadiri dan Al-Qudsi yang terdapat sedikit di Indonesia adalah Alawiyin, tapi bukan dari Alwi bin Ubaidillah.

MUHAMMAD AL-FAQIH AL-MUQADDAM
Luput dari serbuan Hulaku, saudara maharaja Cina, yang mentamatkan kekhalifahan Bani Abbas (1257 M), yang memang telah dikhawatirkan oleh AHMAD BIN ISA akan kutukan Allah s.w.t, maka di Hadramaut Alawiyin menghadapi kenyataan berlakunya undang-undang kesukuan yang bertentangan dengan ajaran Islam, dan kenyataan bahwa penduduk Hadramaut adalah Abadhiyun yang sangat membenci sayidina Ali bin Abi-Talib r.a. Ini ternyata pula hingga kini dari istilah-istilah dalam loghat orang Hadramaut. Dalam menjalankan “tugas suci”, ialah pusaka yang diwariskannya, banyak dari pada suku Alawiyin tiada segan mendiami di lembah yang tandus. Tugas suci itu terdiri dari mengadakan tabligh-tabligh, perpustakaan-perpustakaan, pesantren-pesantren (rubat) dan masjid-masjid.

Alawiyin yang semuala bermazhab “Ahli-Bait” mulai memperoleh sukses dalam menghadapi Abadhiyun itu setelah Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam BIN ALI BIN MUHAMMAD BIN ALI BIN ALWI BIN MUHAMMAD BIN ALWI BIN UBAIDILLAH melaksanakan suatu kompromis dengan memilih mazhab Muhammad bin Idris Al-Syafi-I Al-Quraisyi, ialah yang kemudian disebut mazhab Sayfi-I, Muhammad Al-Faqih Al-Muqaddam ini wafat di Tarim pada tahun 653 H.

TUGAS SUCI (ISLAMISASI)
Alawiyin dalam menyebarkan agama Islam menyeberang ke Afrika Timur, India, Malaysia, Thailand (Siam), Indonesia Tiongkok (Cina), Filipina, dsb.

b. ALAWIYIN DI INDONESIA SEBELUM DIJAJAH BELANDA
Sebelumnya orang Barat datang, maka berkembanglah agama Islam dengan baik sekali dan terbentuklah kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia. Runtuhnya Kerajaan Islam di semenanjung Iberia dalam abad ke VI M. dengan jatuhnya Al-Andalus (1492 M), mengakibatkan pengerjaan bangsa Spanyol terhadap Muslimin, pengejaran mana diberkati Paus Roma. Jika kehendak orang Spanyol menyeranikan, maka kehendak orang Portugis ialah berniaga dengan orang Muslim di Indonesia, dan oleh karena ini orang Portugis ialah memperoleh sukses. Sebab peperangan di Europa antara Spanyol sepihak dengan masing-masing Belanda dan Inggris, maka kedua bangsa ini turut juga datang ke Indonesia ditentang oleh kaum Muslimin di tanah air kita.

c. ALAWAYIN DI INDONESIA DI MASA JAJAHAN BELANDA
Dengan pelbagai tipu muslihat dan fitnah akhirnya Belanda disokong oleh negara-negara Barat lain, dapat menguasai Indonesia dan ekonomi Belanda mulai berkembang pesat sesudahnya dapat dipergunakan kapal uap. Alawiyin dari pada awalnya jajahan Belanda mulai merasakan rupa-rupa kesulitan, oleh karena Belanda melihat bahwa Alawiyin-lah yang dalam segala lapangan menjadi pelopornya, baik di medan perang maupun dalam bidang pengangkutan barang-barang lewat lautan atau bidang kebudayaan (agama).

Dilarangnya Alawiyin menetap di pedalaman pulau Jawa, dilarangnya berkeluarga dengan anggota istana (yang memang keturunan Alawiyin), hingga yang tiada mampu pindah ke perkampungan tertentu di bandar-bandar di tepi laut, atau karena sebab lain, mengambil nama keluarga Jawa agar dianggapnya orang Jawa asli, pribumi. Oleh karenanya pindahanya Alawiyin dari pedalaman ke bandar-bandar di pinggir laut, maka pula pusat ke-Islaman pindah ke utara seperti Semarang, Surabaya, Jakarta, dst. Yang tidak dapat berpindah dari pedalaman menetap di perkampungan-perkampungan yang disebut “kaum” Suku-suku Alawiyin yang telah anak-beranak dan tiada mampu pindah ke kota-kota besar dan mengambil nama ningrat Jawa, ialah banyak dari pada Al-Basyiban, Al-Baabud, Al-Binyahya, Al-Aydrus, Al-Fad’aq dan lain-lain lagi. Dalam keadaan yang demikian itu, Belanda baru mulai berusaha menyeranikan Jawa Tengah, dimana Islam tiada dapat berkembang oleh karena peperangan-peperangan melawan Belanda dan berhasilnya aneka fitnah yang Belanda ciptakan antara penguasa-penguasa pribumi sendiri.

Anak Muslim tiada boleh bersekolah, sedangkan anak Kristen dapat pendidikan dan pelajaran modern. Kemudian di-izinkan bersekolah Belanda anak-anak orang yang berpangkat pada pemerintah jajahan, dan diharuskan mereka tinggal (yakni in de kost) pada pejabat Belanda. Katanya agar, dapat lancar berbicara bahasa Belanda dan mengikuti pelajaran-pelajaran yang diberi dalam bahasa itu; sebetulnya untuk menjadikan kanak-kanak itu berfikir dan hidup secara orang Belanda, dan untuk mengasingkan mereka dari bangsawan sendiri, dari adat-istiadat dan agamanya. Anak rakyat biasa, awam, mengaji, baik pada madrasah-madrasah Alawiyin atau pesantren-pesantren.

Hubungan Alawiyin dengan para kiyahi erat sekali. Untuk melumpuhkan berkembangnya agama islam di antara anak-anak rakyat jelata, Belanda mengadakan sekolah-sekolah Hollands Inlandse School (H.I.S) dengan syarat bahwa murid tiada boleh bersaring dan berkopya-pici, harus mengenakan celana pendek sampai atas lutut, pakaian mana bukan kebiasaan orang yang mendirikan salat. Jangan sampai kanak-kanak dapat membaca Al-Qur’an dan kitab-kitab agama Islam yang tertulis dengan huruf Arab, Belnda mengajar dengan sungguh menulis dengan huruf lain, dan mengadakan buku-buku yang menarik, dalam huruf ini, untuk maksud mana dibentuknya Balai Perpustakaan. Banyak buku-buku yang dikarang oleh pendeta dan padri indolog dan orientalis, mengandung racun bagi anak murid yang pengetahuannya tentang Islam dan tarikhnya masih sangat Dangkal.

Alawiyin menolak tawaran Belanda untuk membangun Hollands-Arabise School (H.A.S, dan menolak pula subsidi dari pemerintah jajahan bagi madrasah-madrasahnya, karena curiga dan takut dri tipu muslihat dan pengaruh Belanda yang berniat merusak agama Islam. Alawiyin tiada dibolehkan menidirkan cabang-cabang mandrasah di kota-kota besar dengan nama yang sama, oleh karena itu nama-nama madrasah yang sama skala pendidikannya, berlainan namanya. Para guru dari negara Islam didatangkan untuk mengajar di madrasah-madrasah, dan kanak-kanak yang berbakat dikirim lanjutkan pelajarannya ke Hadramaut, Hejaz, Istanbul, Kairo dan lain-lain.

Disamping perguruan, Alawiyin aktif juga di lapangan politik hingga beberapa orang ditangkap dan dipenjarakan. Melawan Belanda antara mana di Aceh, dan sesudah Aceh ditaklukannya, Muslimin hendak mengadakan pemberontakan disana dengan mengibarkan bendera Khalifah Muslimin. Alawiyin hendak menerbitkan pemberontakan di Singapura di kalangan tertentu Muslimin India yang Inggeris hendak berangkatkan untuk berperang di iraq (Perang Dunia I). Perlu juga diketahui bahwa Alawiyin senantiasa berhubungan dengan Muslimin di luar negeri, orang-orang yang terkemuka dan berpengaruh, teristimewa dengan Padisyah, Khalifatul Muslimin, di Istanbul, yang atas aduan Alawiyin pernah mengirim utusan rahasia untuk menyelidiki keadaan-keadaan Muslimin di Indonesia.

d. ALAWIYIN DI INDONESIA DI MASA PENDUDUKAN MILITER JEPANG
Pendudukan militer Jepang menindas dan mematikan segala kegiatan Alawiyin, terutama dalam bidang politik, peguruan tabligh, pemeliharaan orang miskin dan anak yatim. Perpustakaan yang tidak dapat dinilai harganya di-angkat Jepang, entah kemana. Semua kibat ada capnya dari Al-Rabitah Al-alawiyah yang berpengurus-besar hingga kini di Jalan Mas Mansyur (dahulu jalan Karet) No. 17 Jakarta Pusat (II/24).

e. ALAWIYIN DI INDONESIA SETELAH MERDEKA
Pemuda Alawiyin turut giat melawan Inggeris dan Belanda (Nica), bergerilya di pegunungan. SEMUA PEMUDA ALAWIYIN ADALAH WARGANEGARA INDONESIA dan masuk berbagai partai Islam. Dalam lapangan ekonomi mereka sangat lemah hingga kini belum dapat merebut kembali kedudukannya seperti sebelumnya pecah perang dunia ke-dua dengan lain kata, jika Alawiyin sebelumnya Perang Dunia ke II dapat membentuk badan-badan sosial seperti gedung-gedung madrasah, rumah yatim piatu, masjid-masjid dan membayar guru-guru yang cakap, maka sekarang ini dengan susah payah mereka membiayai pemeliharaannya dan tidak dapat lagi memberi tenaga guru-guru sepandai dan seacakap yang dahulu, meskipun kesempatan kiniadalah lebih baik dari dan pertolongan pemerintah ala qadarnya. Kegiatan yang tersebar sampai di pelosok-pelosok kepualauan Indonesia.

Alawiyin yang lebih dikenal dengan sebutan sayid, habib, ayib dan sebagainya tetap dicinta dimana-mana dan memegang peranan rohani yang tidak dapat dibuat-buat sebagaimana juga di negara islam lain. Kebiasaan dan tradisi Alawiyin di-ikuti dalam Perayaan maulid Nabi, haul, nikah, upacara-upacara kematian dan sebagainya.

Suku-suku Alawiyin di Indonesia yang berjumlah kurang lebih 50.000 orang; ada banyak yang besar, antara mana Al-Saggaf, Al-Attas, Al-Syihab, Al-Habasyi, Al-Aydrus, Al-Kaf, Al-Jufri, Al-Haddad dan semua keturunan asal-usul ini dicatat dan dipelihara pada Al-Maktab Al-Da-imi yaitu kantor tetap untuk statistik dan pemeliharaan nasab sadatul-alawiyin yang berpusat di gedung “Darul Aitam” jalan K.H. Mas Mansyur (dahulu jalan Karet) No. 47, Jakarta Pusat (II/24)

Penulis: THARICK CHEHAB | Guru Besar L.B. LA.I.N. Jakarta 1975

Bab II Buku Asal-Usul Wali

In Buku on 10 January 2007 at 1:46 pm

KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM YANG DIDIRIKAN DI PULAU JAWA KETURUNANNYA DAN TOKOH-TOKOH ISLAM YANG TERNAMA

1) Yang terpenting terdapat hingga kini adalah para sultan Cirebon, keturunan langsung dari SUSUHUNAN GUNUNG JATI. Hanya kepada para Alawi (Sayid) diperkenankan ziarah makam moyangnya. Belanda melarang gelar sultan digunakan.

2) Keluarga para Sultan Banten, keturunan langsung dari seorang putera SUSUHUNAN GUNUNG JAT, dibuang oleh Belanda ke Surabaya. Suatu cabang dari keluarga para sultan Banten adalah para Regen Cianjur, kedudukan mana ditetapkan pada tahun 1815.

3) Keturunan SUSUHUNAN KALIJOGO adalah para Pangeran Kadilangu dekat Demak, sedangkan keturunan SUSUHUNAN DRAJAT tingga di atas tanah milik Drajat, sebesar lebih kurang 9 jektar dekat Sedayu, inilah yang merupakan sisa dari Kerajaan Drajat.

4) Sejarah keluarga BA-SYAIBAN. Pada permulaan abad ke VXIII datang dari Hadramaut ke Cirebon Sayid Abdurrahman bin Muhammad, dimana beliau menikah dengan puteri Sultan Cirebon. Kedua puteranya, Sulaiman bin Abdurrahman memperoleh gelar KIAHI MAS, semua tinggal di Surabaya dan kemudian di Krapyak (Pekalongan). Suatu cabang dari keluarga ini menetap di Surabaya. Seorang putera dari Abdurrahim bernama SA’ID, menikah dengan puteri RADEN ADIPATI DANU REJO, pengurus Kerajaan Jogjakarta. Dari ketiga puteranya, yang tertua Hasyim bergelar RADEN WONGSO ROJO, yang kedua Abdallah bergelar hanya RADEN, sedangkan yang ketiga Alwi kemudian, pada tahun 1813, menjadi REGEN MAGELANG dengan nama dan gelar RADEN TUMENGGUNG DANU NINGRAT I. Pada tahun 1820 beliau bergelar RADEN ADIPATI. Keturunan dari Hasyim dan dari Abdallah tainggal di Jogjakarta, dan beberapa dari pada mereka memangku jabatan-jabatan penting pada ke-Sultanan. Pada tahun 1826, Hamdani bin Alwi yang menggantikan ayahnya sebagai Regen Magelang bergelar RADEN TUMENGGUNG ARIO DANU NINGRAT II. Pada tahun 1862 beliau diganti oleh puteranya Sa’id yang bergelar RADEN TUMENGGUNG DANU (KUSUMO) NINGRAT III. Pada tahun 1879 beliau diganti oleh puteranya SAYID AHMAD BIN SA’ID yang bergelar RADEN TUMENGGUNG DANU KUSUMO. Sayid Sa’id bin Hamdani balik dari haji (Mekkah) pada tahun 1881, seorang sayid dari keturunan para Pangeran Jawa Kuna.

5) Sejarah keluarga pelukis masyhur RADEN SALEH namanya yang betul adalah Sayid Salih bin Husain bin Yahya. Neneknya Awadh datang dari Hadramaut ke Jawa pada permulaan abad ke XIX dan menikah dengan puteri Regen Lassem, Kiahi Bostman. Puteranya, Seyid Husain bin Awadh tinggal di Pekalongan, dimana beliau menikah dengan puteri Regen Wiradesa. Beliau memperoleh dua putera dengan gelar Seyid dan radesa. Beliau memperoleh dua putera dengan gelar Seyid dan dua puteri dengan gelar Syarifah. Putera yang kedua bergelar pula RADEN. Seorang putrinya dinikahkan dengan Patih Galuh.

6) Suatu cabang dari keluarga BIN-YAHYA tiba di Pulau Pinang pada permulaan abad ke XIX juga, dan namanya TAHIR. Beliau menikah dengan seorang puteri dari keluarga Sultan Jogjakarta. Sultan mana dibuang ke Pulau Pinang selama 1812-1816.
Sayid Tahir datang ke Jawa tinggal di Semarang. Puteranya yang ketiga AHMAD RADEN SUMODIRJO yang kemudian tinggal di Pekalongan dan memperisterikan seorang syarifah dari keluarga BA’ABUD. Puteranya Seyid Salih bergelar RADEN SUMO DI PUTRO. Satu-satu putrinya menikah dengan seorang Seyid dari Hadramaut.

7) Keluarga AL-BA’ ABUD Seyid Ahmad bin Muhsun Ba’abud tiba dar Hadramaut di Pekalongan pada permulaan abad ke XIX dan menikah dengan seorang puteri REGEN WIRADESA. Seoang anak cucunya Seyid Muhsin bin Husain bin Ahmad Ba’abud bergelar RADEN SURO ATMOJO Saudaranya Ahmad bergelar RADEN SURO DI PUTRO.

8) Keluarga JAMAL-AL-LAIL. Di Priaman (Sumatera Barat) ada suatu cabang dari keluarga JAMAL-AL-LAIL, dan kepada para anggotanya penduduk memberi gelar SIDI.

9) Pada Kerajaan JAMBI, banyak terdapat anggota keturunan BARAQBAH dan AL-JUFRI, begitu pula di Aceh pun dari keturunan JAMAL-AL-LAIL.

10) Di Kesultanan Pontianak dan di Kubu, banyak sekali terdapat keturunan AL-QODRI, AL-AYDRUS, BA-ABUD, MUTAHHAR, AL0HINDUAN, AL-HABSYI,AL-HADDAD, AL-SAQQAF dan lain-lain Alawiyin. Semua ini bersanak saudara dengan keluarga Sultan AL-QODRI. Sayid-sayid bergelar Wan. Ringkasan dari Tuan, dan untuk wanita; Wan Ipa ringkasan dari Tuan Syarifah.

11) Keluarga para Sultan Siak dan keluarga penguasa Palalawan adalah semua Alawiyin, begitu pula di Palembang. Keluarga-keluarga para Alawi yang terkemuka di Palembang adalah SYAIKH ABU BAKR, AL-HABSYI, BIN SYIHAB, AL-SAQQAF, BARAQBAH, AL-KAF, AL-MUNAWAR dan AL-JUFRI. Antara mereka ada yang berkeluarga dengan sultan-sultan dahulu. Banyak sekali terjadi percampuran darah antara keluarga-keluarga Alawi (Sayid) dengan para terkemuka Indonesia, seperti dengan puteri Sultan dari Pulau Bacan.

12) Para sultan keturunan Alawi dan Siak, Pahlawan, Pontianak dan dari Kubu namanya disebut dalam khotbah Jumahat. Pendiri kesultanan Siak adalah SEYID ALI BIN UTHMAN BIN SYIHAB, dari Palalawan adalah SEYID ABDURRAHMAN BIN UTHMAN BIN SYIHAB, dan dari PONTIANAK adalah SEYID ABDURRAHMAN BIN HUSEIN AL-QADRI.

13) Pendiri kesultanan SULU adalah SAYID ABUBAKAR dari palembang dengan gelaran SULTAN SHARIF (orang-orang Sulu menyebutnya ASSULTAN ASSYARIF ALHASYIMI). Urutan para sultan adalah sebagai berikut : MAHARAJA UPU PANGIRAN BUDIMAN-SULTAN TANGA-SULTAN BUNGSU-SULTAN NASIRUDDIN-SULTAN KARAMAT-SULTAN SYAHABUDDIN-SULTAN MUSTAFA gelar SAPIUDDIN-SULTAN MUHAMMAD NASARUDDIN-SULTAN ALIMUDDIN I-SULTAN MUHAMMAD MU’IZZIDDIN-SULTAN ISRAIL-SULTAN MUHAMMAD ALIMUDDIN II-SULTAN MUHAMMAD SARAPUDIN-SULTAN MUHAMMAD ALUMUDDIN III

14) Masuknya Islam dan terdirinya dynasti Islam di Sulu: 1380-1450. (No.13 dan No. 14 dikutip dari THE HISTORY OF SULU oleh Najeeb M. Saleeby, Manila, 1963).